MAKALAH PENDIDIKAN
PANCASILA
KEJAHATAN KORUPSI
Disusun oleh:
Habibie Bagus Sambada, dkk
PEND. AKUNTANSI (B)
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2013
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Kejahatan Korupsi”.
Penulisan
makalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas
mata kuliah Pendidikan Pancasila, Prodi Pendidikan Akuntansi,
Fakultas Ekonomi UNY.
Dalam
Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Yogyakarta, Maret 2013
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Korupsi bukan hal baru di Indonesia, sejak zaman VOC sampai
bubarnya VOC. Korupsi mengakibatkan sebagian rakyat Indonesia menderita dan hidup
dalam kemiskinan, penanggulangan korupsi menjadi tugas bersama mengingat
korupsi berkembang begitu pesat bagaikan jamur hingga merambah ke instansi
terbawah sekalipun.
Pemberantasan Tindak Pidana korupsi diatur dalam UU no.
31 tahun 1999, UU no. 20 tahun 2001 dan bentuk pelaksanaan dari pasal 43 UU no.
31 tahun 1999 yaitu dibentuknya UU no. 30 tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi selanjutnya disingkat KPK.
Korupsi merupakan budaya peninggalan masa lalu. Ini merupakan suatu budaya
yang sulit dirubah karena melekat pada diri manusia itu sendiri yang merupakan
moralitas atau akhlak. Untuk merubah itu semua perlu dicari sebab-sebab dan bagaimana untuk
mengatasinya,
penyebab utama adanya korupsi adalah berasal dari masing-masing individu dan
untuk mengatasinya harus dimulai dari penyusunan akhlak yang baik dalam diri
manusia itu sendiri selain upaya-upaya lain yang bersifat eksternal berupa
pencegahan-pencegahan melalui penegakan hukum itu sendiri.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis dalam kesempatan
ini akan membahas mengenai korupsi dan strategi pemberantasannya.
- Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan korupsi?
2. Bagaimanakah kondisi yang mendukung munculnya korupsi?
3. Apakah dampak negatif dari korupsi?
4. Bagaimana contoh kasus korupsi?
5. Bagaimana langkah-langkah pemberantasan korupsi?
- Tujuan
1. Menjelaskan mengenai pengertian dari korupsi.
2. Menjelaskan kondisi yang mendukung munculnya korupsi.
3. Menjelaskan dampak negatif dari korupsi.
4. Menjelaskan contoh kasus korupsi.
5. Menjelaskan langkah-langkah pemberantasan korupsi.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Korupsi
(bahasa Latin: corruptio dari kata
kerja corrumpere yang bermakna busuk,
rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik,
baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam
tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan
kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan
sepihak.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara
garis besar memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: perbuatan melawan hukum,
penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana, memperkaya diri sendiri,
orang lain, atau korporasi, dan merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara.
Dalam arti luas, korupsi adalah penyalahgunaan
jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintahan dalam
prakteknya rentan terhadap adanya korupsi. Beratnya korupsi
berbeda-beda dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan
dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat.
Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi,
yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura
bertindak jujur tetapi tidak ada sama sekali.
B.
Kondisi yang mendukung munculnya korupsi
1.
Konsentrasi kekuasaan di
pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat,
seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
2.
Kurangnya transparansi di
pengambilan keputusan pemerintah
3.
Kampanye-kampanye politik yang
mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal.
4.
Proyek yang melibatkan uang
rakyat dalam jumlah besar.
5.
Lingkungan tertutup yang
mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".
6.
Lemahnya ketertiban hukum.
7.
Lemahnya profesi hukum.
8.
Kurangnya kebebasan berpendapat
atau kebebasan media massa.
9.
Gaji pegawai pemerintah yang
sangat kecil.
10. Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal
memberikan perhatian yang cukup ke pemilihan umum.
11. Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau
"sumbangan kampanye".
C.
Dampak negatif dari Korupsi
1.
Demokrasi
Korupsi
menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik,
korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara
menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif
mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi
di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan
publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum,
korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian
prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan
bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi
pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
2.
Ekonomi
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dan
mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan. Korupsi juga mempersulit
pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi.
Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari
pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan
risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang
menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah
birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan
menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana
korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan
"lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi
dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang
tidak efisien. Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik
dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana
sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas
proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya
menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan
syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain.
Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan
menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah. Para pakar ekonomi
memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi
di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan
sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar
negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering
benar bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda
sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu
potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk
pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain.
Pakar dari Universitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai
1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun,
melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri. [1] (Hasilnya, dalam
artian pembangunan (atau kurangnya pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam
satu teori oleh ekonomis Mancur Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu
faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa
pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat
dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan
mereka di luar negeri, di luar jangkauan dari ekspropriasi di masa depan.
3.
Kesejahteraan umum negara
Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan
ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan
pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh
lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan
besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil. Politikus-politikus
"pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan
besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.
D.
Contoh Fakta Kasus Korupsi
Gayus
Tambunan adalah mantan pegawai negeri sipil di Direktorat Jenderal Pajak
Kementerian Keuangan Indonesia. Namanya menjadi terkenal ketika Komjen Susno
Duadji menyebutkan bahwa Gayus mempunyai uang Rp 25 miliar di rekeningnya plus
uang asing senilai 60 miliar dan perhiasan senilai 14 miliar di brankas bank
atas nama istrinya dan itu semua dicurigai sebagai harta haram. Dalam
perkembangan selanjutnya Gayus sempat melarikan diri ke Singapura beserta anak
istrinya sebelum dijemput kembali oleh Satgas Mafia Hukum di Singapura. Kasus
Gayus mencoreng reformasi Kementerian Keuangan Republik Indonesia yang sudah
digulirkan Sri Mulyani dan menghancurkan citra aparat perpajakan Indonesia. Pada tanggal 19
Januari 2011, Gayus Tambunan telah dinyatakan bersalah atas kasus korupsi dan
suap mafia pajak oleh Majelis Hakim Pengadilan Jakarta Selatan dengan hukuman 7
tahun penjara dan denda Rp. 300 juta.
Terdakwa
Angelina Sondakh menjalani sidang vonis yang digelar di Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (10/1/2013). Terbukti menerima uang Rp 2,5 miliar dan 1,2 juta
dollar AS, Angelina Sondakh hanya dijatuhi hukuman 4,5 tahun penjara dan denda
250 juta rupiah. Putusan Majelis Hakim ini sungguh telah mengkorupsi rasa keadilan
rakyat. Hakim menilai bahwa uang yang diterima Angie tak dapat dipastikan
berapa jumlah yang telah Angie nikmati, sehingga Angie tak wajib
mengembalikannya pada negara. Ini jelas penilaian yang jauh dari akal sehat
apalagi nurani kebenaran. Padahal, pasal 18 UU Tipikor mengatur tentang
pengembalian kepada negara atas uang yang dikorupsi. Lantas kenapa Majelis
Hakim menilai pasal itu tak bisa diterapkan kepada Angie. Ini menandakan masih buruknya pemberantasan korupsi
di Indonesia. Sebuah langkah mundur,
dimana hukum belum bisa mencerminkan rasa keadilan rakyat, malah melukai
nurani keadilan masyarakat Indonesia. Bagaimana bisa sudah terbukti melakukan
tindak pidana korupsi dan terima pemberian uang, tapi tidak diminta untuk mengembalikan
uangnya pada negara, bahkan hukumannya tak lebih dari hukuman maling ayam yang
vonis ancamannya 5 tahun penjara. Maling ayam saja ancaman vonisnya 5 tahun
penjara. Ini korupsi Rp 2,5 miliar dan 1,2 juta dollar AS, hanya 4,5 tahun. mau
efek jera, koruptor harus dimiskinkan, sita hartanya seperti dilakukan di
hampir semua negara lain. Bahkan jika sampai taraf merugikan rakyat secara
masif, koruptor bisa dihukum matiKami dukung KPK untuk terus berantas korupsi.
Yang penting jangan tebang pilih dan tanpa pandang bulu. Korupsi telah
memiskinkan rakyat Indonesia
E.
Langkah-Langkah Pemberantasan Korupsi
Dalam menanggapi buruknya dampak dari korupsi terhadap negara-negara
sebagai bentuk masalah internasional, PBB mengeluarkan konvensi anti korupsi
(United Nation Convention Against Corruption/UNCAC) pada tahun 2003 di Merida,
Meksiko sebagai landasan hukum internasional dalam melawankorupsi. Dalam alinea
ke empat Mukadimah Konvensi anti korupsi menyatakan : Meyakini bahwa korupsi
bukan lagi masalah lokal, tetapi merupakan fenomena transnasional yang membawa
dampak bagi seluruh lapisan masyarakat dan bagi ekonomi, menjadikan kerjasama internasional
untuk mencegah dan memberantas
tindak
pidana korupsi sebagai hal yang penting.
Presiden
sebaiknya menegaskan proklamasi antikorupsi. Proklamasi demikian menjadi
pondasi awal bagi seluruh gerakan antikorupsi.
Untuk
menjadi baju hukum proklamasi antikorupsi, Presiden mengeluarkan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Presiden sudah mengeluarkan
Instruksi Presiden Percepatan Pemberantasan Korupsi. Alasan konstitusional
pengeluaran Perpu adalah “kegentingan yang memaksa”. Maka dengan Perpu
Antikorupsi, jelas meluncur pesan negara sudah dalam keadaan genting, darurat
korupsi, dan karenanya upaya extra ordinary tidak mungkin ditunda untuk segera
dilaksanakan. Mengenai “kegentingan yang memaksa” menurut putusan Mahkamah
Konstitusi adalah subyektifitas presiden untuk menentukannya, yang obyektifitas
politiknya dinilai oleh DPR. Maka, mengeluarkan Perpu Antikorupsi adalah sah
sebagai kebijakan presiden.
Dalam
perpu dapat ditegaskan fokus pemberantasan korupsi kepada dua reformasi:
birokrasi dan peradilan. Reformasi birokrasi sudah dilakukan tetapi masih
sangat lamban. Merombak pola pikir koruptif dari birokrasi yang sudah berpuluh-puluh tahun menjadi
penggerak korupsi tentu tidak mudah. Namun, upaya pemberantasan korupsi tidak akan pernah berhasil
tanpa melakukan reformasi birokrasi secara lebih akseleratif. Untuk itu,
pembersihan korupsi dari birokrasi tingkat tinggi harus lebih dulu dilakukan
untuk menjadi tauladan bagi birokrasi tingkat bawahnya. Demikian pula halnya
dengan reformasi peradilan. Memberantas korupsi tanpa memerangi mafia peradilan
adalah mimpi di siang bolong. Korupsi hanya bisa dijerakan dengan penegakan hukum
yang efektif. Law enforcement yang
efektif tidak akan terlaksana jika penegak hukum masih terkontaminasi. Maka
reformasi peradilan harus dimaknai untuk menghabisi praktik nista mafia
peradilan.
Konsentrasi
pada reformasi birokrasi dan reformasi peradilan adalah wujud pemberantasan
korupsi secara preventif dan represif. Cara preventif dilakukan melalui
pembenahan birokrasi; sedangkan metode represif memerlukan aparat hukum yang
tidak hanya
mempunyai kapasitas keilmuan yang mumpuni, namun pula intergitas moralitas yang
terjaga.
Untuk
langkah represif penegakan hukum, strategi yang harus dilakukan adalah
memadukan cara quick wins dan big fishes. Maksudnya selain mencari
bukti-bukti tak terbantahkan (hard
evidence), untuk menjamin ujung putusan adalah kemenangan cepat dan pemberantasan
harus fokus kepada koruptor kakap. Korupsi sudah menjamah seluruh ruas
kehidupan.
Sejalan
dengan pemikiran memberantas korupsi di level kakap, yang melakukan korupsi
karena keserakahan, bukan semata kebutuhan. Maka senjata perang melawan korupsi
harus diarahkan kepada Istana, Cendana, Senjata dan Pengusaha Naga. Istana
adalah ring satu kekuasaan masa kini; Cendana adalah ring satu kekuasaan masa
lalu; Senjata adalah korupsi di lingkaran aparat keamanan dan pertahanan; serta
pengusaha naga adalah korupsi oleh para mega pengusaha.
Pemberantasan
korupsi di empat wilayah untouchable tersebut adalah memerangi korupsi di
episentrum kekuasaannya. Hal tersebut penting karena sel kanker korupsi harus
dipotong pada pusatnya, bukan pada jaringan cabang sel kankernya.
Pemberantasan
korupsi harus dikuatkan jaringannya ke semua lini, aparat penegak hukum,
akademisi, mahasiswa. Perluasan jaringan tersebut mendesak untuk menghadapi
serangan balik (fights back) yang
terus semakin gencar.
Semua langkah
pemberantasan korupsi di atas membutuhkan kepemimpinan yang kuat (strong leadership). Tidak mungkin
Istana, Cendana, Senjata dan pengusaha Naga dapat disentuh, tidak bisa
episentrum korupsi di amputasi, tanpa tongkat komando diubah menjadi pisau bedah
antikorupsi oleh pemimpin bangsa ini sendiri.
Akhirnya,
semua langkah tersebut harus diiringi dengan menumbuhkembangkan budaya zero tollerance to corruption.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pada intinya, korupsi itu adalah suatu
tindakan penyalahgunaan jabatan resmi untuk menguntungkan dirinya sendiri dan
merugikan orang lain. KPK memandang bahwa korupsi tidak bisa digolongkan sebagai
kejahatan biasa akan tetapi sudah menjadi kejahatan yang luar biasa.Korupsi
dapat disebabkan karena lemahnya ketertiban hukum, lemahnya profesi hukum, kurangnya kebebasan
berpendapat atau kebebasan media massa dan pasti karena ada kesempatan untuk melalukan dan lemahnya iman dalam
diri kita masing – masing. Korupsi
memiliki dampak negatif dalam demokrasi, ekonomi dan kesejahteraan umum Negara. Dicontohkan seperti Gayus
Tambunan dan Angelina
Sondakh yang menggunakan harta rakyat
hingga milyaran untuk dirinya sendiri yang tentunya saat berdampak buruk pada
negara ini.
Daftar
Pustaka
Anonim.2013.kesimpulan dan saran.
http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/455/jbptunikompp-gdl-adhirusdin-22718-9-skripsi-v.pdf.Diakses pada tanggal 16 Maret 2013
Anonim.2013.Pendahuluan. http://eprints.undip.ac.id/19614/3/bab_1.pdf.
Diakses
pada tanggal 16 Maret 2013
No comments:
Post a Comment